Kamis, 11 Oktober 2012

Perusahaan Tidak Beretika

Nama : Wisnu Sakti Permadi Npm/kelas : 15209564 / 4ea03 Tugas: Etika Bisnis* Sesuai dengan fungsinya baik secara mikro maupun makro, sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika dan tanggung jawab sosial. Nantinya, jika sebuah perusahaan memiliki etika dan tanggung jawab sosial yang baik, bukan hanya lingkungan makro dan mikronya saja yang akan menikmati keuntungan, tetapi juga perusahaan itu sendiri. Didunia usaha khususnya perusahaan periklanan, secara kondisioal iklan di maksudkan untuk memperkenalkan suatu produk kepada konsumen. Kerena itu iklan harus dibuat semenarik dan sedramatis mungkin sehingga mau tidak mau konsumen akan tertarik untuk memperhatikannya. Iklan merupakan suatu proses kerja yang sangat penting dalam menunjang performancesuatu perusahaan dihadapan masyarakat. Oleh karena itu untuk menghasilkan iklan yang sesuai dengan kepentingan perusahaan maka iklan harus dirancang secara matang dari proses assignment yang diberikan perusahaan, proses kreatifnya, proses produksi sampai pada proses pilihan waktu penayanngannya. Hal yang menjadi sorotan masalah iklan adalah sejauh mana komitmen moral atau etika bisnis yang dimiliki perusahaan dalam mempertanggungjawabkan materi atau isi pesan yang disampaikan kepada masyarakat. Hal ini sangat penting mengingat produk dipasaran sangat banyak jumlahnya, dan pengetahuan konsumen tentang produk lebih banyak didapat dari informasi produsen.Dalam hal berbagai produk yang sejenis tidak mustahil produsen tertentu tergoda untuk memanipulasi informasi sehingga produknya mempunyai daya tarik yang lebih besar bagi para konsumen.Etika bisnis dalam mengkampanyekan produk kepada khalayak sasaran memang penting dipahami oleh pihak produsen. Hal ini agar masyarakat tidak merasa tertipu oleh sajian – sajian iklan yang “bombastis” yaitu khalayak mendapat informasi yang sebanarnya dari produk yang diiklankan.Secara umum tradisi beriklan yang sehat yang dapat mendorong terwujudnya citra produk dicirikan oleh tiga aspek penting yaitu: Etis, Estetis, Artistik Etis : berkaitan dengan kepantasan, Apakah iklan itu pantas untuk ditayangkan? secara etika memang iklan harus ah memuat sesuatu yang jujur tapi bukan berarti lalai dengan ke-etis-an iklan tersebut. Sebagai contoh, seorang produsen mengiklankan produk pembalut wanita, tidak mungkin seorang produsen memperlihatkan secara realistis dengan memperlihatkan daerah kepribadian wanita tersebut, atau iklan sabun mandi, tidak mungkin juga para produsen mengiklankan sabun mandi dengan memperlihatkan orang mandi secara utuh. Karena hal itu berkaitan juga dengan norma-norma, yang berlaku dalam masyarakat. Jadi intinya iklan harus menampilakan sesuatu yang pantas yang tidak bertentangan dengan norma-nama, atau kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Estetis Estetis berkaitan dengan kelayakan, kepada siapa iklan itu ditujukan siapa target marketnya, siapa target audiennya, kapan iklan terebut harus ditayangkan. Produsen rokok selalu menayangkan iklannya pada waktu-waktu dimana anak kecil sudah tidur. Ya.. Memang harus demikian, karena iklan itu hanya ditujukan untuk orang dewasa. Selanjutnya adalah Estetika Berkaitan dengan keindahan, seni. Selain etis, estetis iklan juga harus mengandung daya tarik seni, estetika. Agar iklan itu mach, dan tidak membosankan selain itu iklan dengan estetika yang baik, juga akan mengundang daya tarik khalayak (desire) untuk memperhatikan iklan tersebut dan kemudian melakukan action membeli dan menggunakan produk tersebut Oleh sebab itu menurut Badan Pengawas Periklanan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) sedikitnya telah menegur 56 perusahaan iklan atas pelanggaran etika selama dua tahun terskhir ini. Contoh kasus : SEBANYAK 56 BIRO IKLAN MELAKUKAN PELANGGARAN ETIKA. Bandung-Surabayawebs.com Badan Pengawas Periklanan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) sedikitnya telah menegur 56 perusahaan iklan atas pelanggaran etika selama dua tahun terakhir ini. Pelanggaran ini berupa penampilan iklan yang superlative, yaitu memunculkan produk sebagai yang terbaik atau termurah. Iklan superlative ini acapkali dibumbui kecenderungan menjatuhkan pesaing di pasaran. “Jika semua bilang baik, termurah, ini akan membingungkan masyarakat dan pelanggan,” ujar Ketua Badan Pengawas PPPI, FX Ridwan Handoyo kepada wartawan, belum lama ini. Dia mencontohkan iklan pada industri telekomunikasi. Setiap operator telekomunikasi mengaku menawarkan tariff termurah. Bahkan ada iklan yang menyebutkan bahwa produk paling murah meriah. Juga ada iklan produk kesehatan atau kosmetik yang menyebutkan paling efektif. “Tapi semua iklan superlative itu tidak didukung oleh bukti yang kuat. Jadi bisa merugikan masyarakat dan pelanggannya,” tuturnya kemudian. Surat teguran dilayangkan setelah Badan Pengawas PPPI menemukan dugaan pelanggaran berdasarkan pengaduan masyarakat atau hasil pantauan, Kepada perusahaan periklanan anggota PPPI, Badan pengawas PPPI melakukan peneguran sekaligus meminta keterangan. Sedangkan kepada perusahaan non anggota, surat teguran berupa imbauan agar menjunjung tinggi etika beriklan. Ridwan menyebutkan dari 149 kasus yang ditangani Badan Pengawas PPPI, tahun 2006 sebanyak 56n kasus dan 93 kasus di tahun 2007. Sebanyak 90 kasus telah dinyatakan melakukan pelanggaran dan 44 kasus lainnya masih dalam penanganan. Dari yang diputus melanggan etika, 39 kasus tak mendapatb respon oleh agensi. Untuk itu BP PPPI menruskannya ke Badan Musyawarah Etika PPPI. Jumlah perusahaan periklanan yang melakukan pelanggaran cukup banyak itu ada kemungkinan terjadi akibat tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelanggar. Diakuinya, selama ini rambu-rambu periklanan hanya diatur dalam bentuk Etika Periklanan Indonesia. “Mungkin karena belum ada aturan hukum yang jelas, pelanggaran tetap banyak,’ katanya. Kesimpulan: Jumlah perusahaan periklanan yang melakukan pelanggaran cukup banyak itu ada kemungkinan terjadi akibat tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelanggar. Diakuinya, selama ini rambu-rambu periklanan hanya diatur dalam bentuk Etika Periklanan Indonesia. “Mungkin karena belum ada aturan hukum yang jelas, pelanggaran tetap banyak Saran : Harus adanya peraturan-peraturan yang jelas dan sangsi yang tegas bagi suatu perusahaan yang melanggar etika dalam bisnis, agar pelanggaran etika dapat di kurangi semaksimal mungkin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar